Senin, 16 Februari 2009

tugas esai b indo

Aku Ini Anak Ibu atau Anak Mama?

Jika semua bayi di dunia ini dapat berbicara mungkin kata-kata itu yang akan dilontarakan oleh seorang bayi hasil teknologi bayi tabung. Ada apa sebenarnya dengan bayi-bayi itu?
Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri (pasutri). Tapi faktanya tak semua pasutri mudah memperoleh keturunan. Data menunjukkan 11–15 % pasutri usia subur mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) maupun tidak subur (infertil). Banyak cara yang menjadi pilihan para pasutri tersebut, mulai dari pengobatan medis, pengobatan tradisional, bahkan dewasa ini sedang booming sebuah teknologi ajaib yang disebut-sebut dengan teknologi bayi tabung. Sangat membantu memang, namun tak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan dari teknologi ini terutama dalam kehidupan sosial. Lalu sebenarnya teknologi bayi tabung itu boleh atau dilarang sih?
Saat ini teknologi reproduksi bayi tabung banyak diminati oleh masyarakat, khuusnya oleh para pasangan suami istri yang kesulitan mendapatkan keturunan. Bayi tabung adalah bayi hasil proses pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang dilakukan di luar tubuh induk yaitu di dalam sebuah tabung, di laboratorium. Di laboratorium, tabung tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai rahim ibu, mulai dari temperatur dan situasinya. Persis dengan aslinya. Setelah fertilisasi terjadi dan terbentuk zygot, sel anakan dari zygot tersebut dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu semula. Bayi tabung pertama lahir di Inggris, bernama Louise Brown. Tepatnya pada tahun 1978. Keberhasilan itu berkat hasil kerja keras dari Dr. Steptoe (pakar obstetriks dan ginekologi) dan Dr. Edwards (pakar fisiologi) dari Cambridge University.
Perkembangan teknologi bayi tabung ini menuai pro dan kontra dari masyarakat dunia. Kelompok yang pro berpendapat bahwa bayi tabung dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Salah satunya adalah memberi harapan pada pasangan yang terlambat memiliki keturunan. Tentu saja ini sangat membantu. Di mana anak adalah sesuatu yang sangat berharga dalam sebuah rumah tangga. Keuntungan lain yaitu denagn teknologi bayi tabung dapat menghindari penyakit menurun. Misalnya saja pasangan suami istri yang mengidap penyakit menurun, sedangkan mereka tidak ingin anaknya nantinya mewarisi penyakit tersebut, maka pasangan suami tersebut dapat memilih teknologi bayi tabung sebagai upaya penyelamatan untuk anak mereka. Dengan demikian, diharapkan beberapa tahun ke depan akan lahir manusia-manusia yang sehat dan terbebas dari penyakit menurun. Dikatakan lagi bahwa bayi tabung dapat memacu para ilmuwan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Contohnya saja sebuah pemikiran untuk menciptakan plasenta buatan, tentu ini dianggap sebagai kemajuan teknologi.
Begitu banyak keuntungan yang ditawarkan oleh teknologi ajaib ini. Akan tetapi namanya saja manusia. Di mana ada kelompok yang pro, pasti tak luput dari manusia yang kontra dengan penerapan teknologi bak pembuat bayi ini. Saya memang bukan termasuk golongan yang setuju dengan penerapan teknologi ini. Kalau saya pikir-pikir teknologi ini lebih banyak kekurangannya. Coba saja anda bayangkan jika karena sesuatu hal seorang wanita tidak dapat mengandung anaknya, demi mendapatkan anak, mungkin saja ibu itu akan menyewa rahim wanita lain untuk mengandung anaknya. Tentu ini akan menimbulkan konflik nantinya. Bagaimanapun juga karena naluri seorang ibu, wanita yang rahimnya disewa juga akan menganggap anak yang dikandung itu sebagai anaknya. Lalu bagaimana status anak itu? Di satu sisi anak itu adalah hasil pembuahan sperma dan sel telur dari pasangan suami istri yang mengikuti program bayi tabung, namun di lain sisi anak itu juga dikandung oleh seorang wanita yang rahimnya disewa. Bukankah nantinya hanya akan membuat permasalahan baru? Mengapa saya katakan demikian? Karena menurut literatur yang pernah saya baca, konflik semacam ini pernah mewarnai sebuah pengadilan di Amerika Serikat. Mudharat lain yang ditimbulkan yaitu program ini bertentangan dengan fitrah manusia sebagai mahluk Tuhan ditinjau dari norma agama dan melanggar kodrat alam. Kesannya kok manusia tak ubahnya menjadi Tuhan, bisa menciptakan sorang manusia baru diluar jalan yang ditentukan Tuhan. Padahal anda tahu hanya Tuhan yang berhak menciptkaan makhluk di dunia ini. Belum cukup dengan kerugian di atas, dengan adanya kemajuan teknologi semacam ini, lama-kelamaan manusia akan menjadi budak teknologi. Manusia akan malas untuk berusaha karena mereka hanya menggantungkan pada kemajuan teknologi. Mungkin anda bisa menyangkal dengan kasus kerugian yang pertama saya sebutkan tadi, memang ada ibu yang memiliki rahim yang kuat untuk mengandung anaknya,sehingga mereka tidak perlu menyewa rahim wanita lain. Namun untuk bisa mencoba program ini para pasutri juga harus merogoh kocek yang tidak bisa dikatakan sedikit. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk satu kali mecoba program ini para pasutri harus menyiapkan dana yang lumayan banyak, besarnya sebesar 35-40 juta rupiah. Tentu ini bukan uang yang sedikit, terutama bagi kelas menengah ke bawah Satu hal lagi, program ini sering kali tak bisa sekali jadi, sehingga perlu diulang. Jadi bisa dikatakan program ini tidak menjamin pasangan suami istri untuk mendapatkan anak. Ditambah lagi dengan masyarakat kita yang agaknya belum menganggap kelahiran seorang bayi tabung sebagai suatu hal yang wajar, tentu saja hal ini akan berdampak pada psikologis bayi tersebut jika sudah dewasa nantinya.
Begitu banyak keuntungannya, begitu pula dengan kekurangannya. Bagi anda yang enggan mencoba teknologi ini, masih banyak jalan lain yang bisa anda pilih. Jalan lain itu misalnya dengan mengadopsi anak yatim piatu dari panti asuhan. Dengan mengangkat yatim piatu sebagai anak, berarti anda mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama, anda bisa mendapatkan anak angkat, yang kedua anda telah memelihara mereka yang insyaAlloh akan mendapat balasan kebaikan dari Yang Maha Pencipta. Sebaliknya bagi anda yang tetap berminat menjajal penemuan ini, sah-sah saja deh selama itu dilakukan dengan tidak melanggar norma-norma yang berlaku.





- Hardina Rakhmany -
XII IPA 3 / 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar